Hukum Memakai E Cash, Gopay, Ovo Cash, Dana, Tcash, Linkaja Dan Sejenisnya Riba?

Gencarnya para pemilik jasa layanan Unag elektronik merayu para konsumen untuk berpindah/Menggunakan dari jasa layanan mesh banking, "memaksa" sebagian para pengguna Marketplace mengaktifkan layanan electronic cashnya demi  menggaet pengguna dan menikmati diskon, cahback dan keuntungan lainnya dibandingkan bila menggunakan jasa layanan transfer perbankan.  Sebagai seorang Mukmin, Level tertinggi dari Muslim. Tentu ia akan memperhatikan apa yang ia lakukan dengan hidupnya. Sementara Sebagian muslim merasa masa kurang pintar dengan halal atau haramnya. Yang penting ia senang. Karena Allah SWT telah mengatur hidup Manusia, maka seorang Mukmin akan berhati-hati akan kehidupan sesudah kematiannya kelak


Tak sedikit pula yang mengolok-olok umat muslim yang benar-benar taat sebab persoalan soal RIBA ini,

Bank Republic of Indonesia (BI) mewajibkan penerbit uang elektronik menyimpan sekitar maksimal lxx persen dari full dana penerimaan uang elektronik (dana float) di Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) IV, Surat Berharga Negara (SBN), hingga Sertifikat BI (SBI).

Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Ida Nuryanti memberikan bahwa aturan ini didapat menurut hasil survei depository fiscal establishment sentral nasional yang menemukan bahwa pengguna uang elektronik hanya aktif menggunakan sekitar 25-30 persen dari full dana disimpannya di uang elektronik.

Semoga Allah senantiasa melindungi seluruh aktivitas ekonomi kita dari semua persoalan yang Dia benci. Wallahu A’lam.
SURAT KEPUTUSAN DEWAN SYARIAH WAHDAH ISLAMIYAH
Nomor : D.021/QR/DSA-WI/VII/1440
Tentang :
HUKUM GO-PAY DAN SEJENISNYA
Dengan memohon rahmat Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, Dewan Syariah Wahdah Islamiyah sesudah :
MENIMBANG :
1. Bahwa masyarakat khususnya kader dan binaan Wahdah Islamiyah membutuhkan penjelasan aturan syar’i ihwal Hukum Go-Pay dan sejenisnya;
2. Bahwa dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan kebijakan syariat, Dewan Syariah Wahdah Islamiyah harus selalu merespon fenomena yang berkembang di tengah umat, khususnya di kalangan kader Wahdah Islamiyah;
3. Bahwa oleh sebab itu Dewan Syariah Wahdah Islamiyah merasa perlu membuat ketetapan akan hal tersebut dan menuangkannya dalam sebuah surat keputusan.
MENGINGAT :
1. Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dalam Alquran Surah al-Maidah ayat 1:
﴿ یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوۤا أَوفُوا بِٱلعُقُودِ…﴾

“Wahai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu…”
2. Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dalam Alquran Surah al-Nisa ayat 29:
﴿ یَـٰۤأَیُّهَا الَّذِینَ اٰمَنُوا لَا تَاکُلُوۤا اَموَالَکُم بَینَکُم بِالبَاطِلِ اِلَّاۤ اَن تَکُونَ تِجَـٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنکُم…﴾
“Wahai orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali bila berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian….”

3. Hadis Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang diriwayatkan oleh Muslim dari teman Abu Sa’id al-Khudri :
لا تَبِيعُوا الذَّهَبَ بالذَّهَبِ، إلّا مِثْلًا بمِثْلٍ، ولا تُشِفُّوا بَعْضَها على بَعْضٍ، ولا تَبِيعُوا الوَرِقَ بالوَرِقِ، إلّا مِثْلًا بمِثْلٍ، ولا تُشِفُّوا بَعْضَها على بَعْضٍ، ولا تَبِيعُوا مِنْها غائِبًا بناجِزٍ.
“Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (ukurannya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (ukurannya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.”

4. Hadis Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dengan sanad hasan sahih dari teman ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani :
الصلحُ جائِزٌ بينَ المسلمينَ إلّا صلحًا حرَّمَ حلالًا أوْ أحلَّ حرامًا والمسلمونَ على شروطِهمْ إلّا شرطًا حرَّمَ حلالا أوْ أحلَّ حرامًا
“Shulh (penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali shulh yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka sepakati kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

5. Kaidah yang berbunyi:
الأصل في الأشياء الإباحة حتى يدل الدليل على التحريم
“Hukum asal segala sesuatu yaitu dibolehkan hingga ada dalil yang mengharamkannya.” (al-Asybah wa al-Nazhair, Imam al-Suyuti hal.60)

6. Kaidah yang berbunyi:
المعروف عرفا كالمشروط شرطا
“Semua yang telah dikenal sebab urf menyerupai yang disyaratkan sebab suatu syarat.” (‘Ilm al-Usūl al-Fiqh, Abd al-Wahhab al-Khallaf, hal.90)
MEMPERHATIKAN :
1. Pendapat Imam Malik, dalam kitab al-Mudawanah al-Kubra, Jilid 3, hal. 90, ihwal kebolehan menggunakan alat tukar dari bahan yang disepakati oleh manusia;
2. Pendapat Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu’ al-Fatawa, Jilid 19, hal. 251, bahwa dinar dan dirham yaitu sebagai tsaman (harga) yang berfungsi sebagai standar bagi objek transaksi jual beli;
3. Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Republic of Indonesia No:116/DSN-MU/IX/20I7 ihwal Uang Elektronik Syariah;
4. Hasil Liqa Ilmi Dewan Syariah Wahdah Islamiyah ke-19 pada tanggal vii Jumadilakhir 1439 H/ 24 Februari 2018 M;
5. Hasil Musyawarah Pengurus Harian Dewan Syariah Wahdah Islamiyah pada tanggal 28 Jumadilakhir 1440 H/ 06 Maret 2019 thou bahwa Go-Pay dan sejenisnya mampu dikategorikan sebagai komitmen sharf (tukar-menukar uang).
MENETAPKAN : MEMUTUSKAN1. Hukum asal penggunaan Go-Pay dan sejenisnya yaitu dibolehkan selama memenuhi kaidah-kaidah sharf (tukar-menukar uang);
2. Diskon yang didapatkan melalui pembayaran Go-Pay dan sejenisnya termasuk athaya (pemberian) yang diperbolehkan dan tidak termasuk faedah dari piutang (riba);
3. Mengimbau kepada seluruh kaum muslimin untuk menjaga persatuan dan ukhuwah serta saling menghargai perbedaan dalam menyikapi duduk persoalan ini.
Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 06 Rajab 1440 H xiii Maret 2019 M

Jika ada diskon dalam sebuah transaksi tersebut maka hal tersebut merupakan riba sebab komitmen kita dengan pihak penyedia jasa layanan bukan jual beli, melainkan pinjam meminjam, sehingga fasilitas bonus / diskon yang diberikan Go-Pay merupakan “kelebihan” dari pinjaman.
Dompet/Saldo virtual untuk menyimpan  Credit Anda yang mampu digunakan untuk membayar transaksi di dalam aplikasi. 
Diantara keuntungan konsumen saat mengadakan komitmen salam yaitu konsumen menerima barang dengan harga murah. Dan penjual menerima modal untuk membeli barang dagangan lebih cepat.

Ibnu Qudamah keterangan ulama akan bolehnya salam

قال ابن المنذر : أجمع كل من نحفظ عنه من أهل العلم على أن المسلم جائز ولأن المثمن في البيع أحد عوضي العقد فجاز أن يثبت في الذمة كالثمن

Ibnul Mundzir mengatakan, ‘Para ulama yang saya kenal sepakat bahwa komitmen salam hukumnya boleh.’ Karena barang yaitu salah satu objek transaksi, sehingga boleh ditangguhkan sebagaimana pembayaran.

Lalu beliau menyebutkan nasihat dibolehkannya Salam,

ولأن الناس حاجة إليه لأن أرباب الزروع والثمار والتجارات يحتاجون إلى النفقة على أنفسهم وليها لتكمل وقد تعوزهم النفقة فجوز لهم السلم ليرتفقوا ويرتفق المسلم بالاسترخاص

Manusia sangat membutuhkan komitmen ini, sebab pemilik works life atau buah-buahan atau barang dagangan butuh modal untuk dirinya, sementara mereka kekurangan modal itu. Sehingga boleh melakukan komitmen salam, biar mereka mampu terbantu, dan konsumen menerima manfaat dengan adanya diskon. (Al-Mughni, 4/338).

Karena secara prinsip, pemilik barang berhak untuk menentukan harga barangnya, selama harganya jelas. Penjual berhak memperlihatkan diskon, bagi konsumen yang membeli dengan pembayaran tunai di muka sebelum barang diserahkan.

Bagi penjual, beliau menerima modal lebih cepat, sementara pembeli menerima barang dengan harga murah.

Sebagaimana ini berlaku pada barang, ini juga berlaku untuk jasa. Sehingga boleh saja bagi konsumen yang memiliki credit instruct pay menerima diskon dari pihak penyedia aplikasi…]


Mekanisme E-money Syariah

Fatwa Dewan Syariah Nasional ihwal uang elektronik menjelaskan bahwa:
Uang Elektronik BOLEH digunakan sebagai alat pembayaran DENGAN SYARAT berikut:
  1. Biaya-biaya layanan fasilitas harus berupa biaya RIIL (untuk mendukung proses kelancaran penyelenggaraan uang elektronik); dan harus disampaikan kepada pemegang kartu secara BENAR (sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku) sesuai dengan prinsip ta’widh (ganti rugi)/ ijarah.
  2. Penggunaan uang elektronik wajib terhindar dari TRANSAKSI YANG DILARANG (Transaksi yang ribawi, gharar, maysir, risywah, israf, objek yang haram).
  3. Jumlah nominal uang elektronik yang ada pada penerbit harus ditempatkan di BANK SYARIAH, sebab transaksi di Bank Konvensional itu pinjaman berbunga yang diharamkan.
  4. Akad antara penerbit dengan para pihak dalam penyelenggaraan uang elektronika (prinsipal, acquirer, pedagang [merchant], penyelenggara kliring, dan penyelenggara penyelesai akhir) yaitu komitmen ijarah, komitmen ju’alah, dan komitmen wakalah bi al-ujrah, sebab produk yang dijual oleh prinsipal, acquirer, Pedagang [merchant], penyelenggara kliring, dan penyelenggara penyelesai simpulan yaitu jasa/ khadamat.
  5. Akad antara penerbit dengan pemegang uang elektronik yaitu komitmen wadiah atau komitmen qardh, sebab e-money/ nominal uang mampu digunakan atau ditarik kapan saja.
  6. Akad antara penerbit dengan agen layanan keuangan digital yaitu komitmen ijarah, akad ju’alah, dan akad wakalah bi al-ujrah.
  7. Dalam hal kartu yang digunakan sebagai media uang elektronik hilang maka jumlah nominal uang yang ada di penerbit tidak boleh hilang, sebab uang itu yaitu milik pemegang kartu.
Di antara landasannya adalah, kesimpulan bahwa uang elektronik atau e-money yaitu uang –tsaman atau nuqud– sebagaimana definisinya:
‎النقد هو كل وسيط للتبادل يلقي قبولا عاما مهما كان ذلك الوسيط وعلى أيّ حال يكون
“Naqd (uang) yaitu segala sesuatu yang menjadi media pertukaran dan diterima secara umum, apa pun bentuk dan dalam kondisi menyerupai apa pun media tersebut.” (Abdullah bin Sulaiman al-Mani‟, Buhuts fi al-Iqtishad al-Islami, Mekah: al-Maktab al-Islami, 1996, h. 178)
‎النقد: ما اتخذ الناس ثمنا من المعادن المضروبة أو الأوراق المطبوعة ونحوها، الصادرة عن المؤسسة المالية صاحبة الإختصاص
“Naqd yaitu sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh masyarakat, baik terdiri dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, dan diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas.” (Muhammad Rawas Qal’ah Ji, al-Mu’amalat al-Maliyah al-Mu’ashirah fi Dhau‟ al-Fiqh wa al-Syari’ah, Beirut: Dar al-Nafa’is, 1999, h. 23)

Kesimpulan

  1. Menggunakan e-money konvensional tidak diperkenankan sesuai penjelasan di atas. Kecuali dalam kondisi darurat; dimana tidak ada e-money syariah dan ada risiko (primer) bila tidak menggunakannya.
  2. Setiap pengguna, mampu menakar kondisinya; apakah darurat atau tidak.
  3. E-money syariah harus memenuhi kriteria syariah seperti, dana ditempatkan di depository fiscal establishment syariah, bila kartu hilang maka dana pemilik kartu masih ada, terhindar dari transaksi yang dilarang.


Apakah Uang Saldo Kita Tersimpan Begitu Saja Atau Digunakan Untuk Kepentingan Lain Yang Menguntungkan?

Memang Bank Republic of Indonesia telah membuat aturan ihwal pengadaan uang elektronik bagi setiap perusahaan. Namun muncul di benak saya pertanyaan diatas ihwal uang yang telah konsumen berikan.

Sejatinya yang saya tahu, uang yang mengendap e-money ini merupakan dana murah dan bukan menjadi DPK (Dana Pihak Ketiga) sehingga tidak mampu dimanfaatkan depository fiscal establishment menyerupai penyaluran kredit untuk menghasilkan bunga untuk nasabah.

Menurut BI pun, dana e-money merupakan dana jangka pendek yang kemungkinan cepat untuk digunakan kembali oleh konsumen. Tetapi bila banyak konsumennya, tentu akan ada yang mengendap menurut saya.

Jika kredit mungkin untuk kembalinya agak lama, tetapi mampu saja depository fiscal establishment menyalurkannya di Pasar Uang yang sehari semalam (over night) atau ditempat lainnya yang lebih cepat. Who knows?


Mungkin sebagian dari kita tidak ada yang terlalu peduli, sebab hanya Menggunakannya pun terpaksa.

bagi muslim termasuk saya, sepertinya mampu menjadi duduk persoalan saat terkandung dana riba.

Seperti kredit, bila depository fiscal establishment menggunakan dana mengendap e-money ini untuk kredit, maka depository fiscal establishment akan menerima keuntungan dari bunga yang ditetapkan.

Untung saja hingga saat ini, e-money belum ada yang menghasilkan bunga. Saya berharap pun tidak ada bunga yang bermain disini.

Karena bila ada bunga, saya berharap depository fiscal establishment akan membuat produk e-money syariah menyerupai tabungan depository fiscal establishment saat ini.

Namun ada yang membuat kekhawatiran selanjutnya ialah e-money semacam Gopay. Kita tahu gopay dikelola oleh Gojek untuk pembayaran multi produknya.

Mereka mengakuisisi Ponselpay milik MVCommerce. Hal tersebut menjadi langkah yang krusial untuk Gojek sendiri sebab pesaingnya Grab harus rela Grabpay nya diberhentikan juga oleh BI.

Apa yang terjadi pada saldo Gopay yang mengendap? Mungkin diantara kalian sudah pernah menerima isu-isu ihwal haramnya menggunakan Gopay sebab komitmen yang tidak sesuai.

Secara logis memang kita sebagai pengguna Gopay meminjamkan uang untuk dikonversi menjadi jasa layanan Gojek sama menyerupai membeli pulsa yang kemudian digunakan untuk menelpon, sms dan lainnya.


Tetapi yang menjadi duduk persoalan yaitu saat harga yang digunakan saat menggunakan Gopay berbeda dengan secara cash / tunai. Hal ini mengakibatkan tanya bagi saya.


Terlepas dari penggunaan dana mengendap uang elektronik yang diputarkan, perbedaan harga/pembayaran antara membayar cash dan e-cash itu justru ribanya

Menyikapi perbedaan pendapat di kalangan andal fikih terkait skema yang merimplikasi pada perbedaan aturan potongan harga/diskon saat menggunakan fitur Uang elektronik dalam gesekan pena ini penulis hendak mengingatkan pembaca untuk menghormati perbedaan pendapat dan hasil anutan para Ulama Fikih kita. Adanya perbedaan pendapat diantara alim Ulama khususnya andal fikih terkait aturan dalam bermuamalah yaitu hal yang wajar. 

Mengambil pendapat yang lebih kuat dan meninggalkan pendapat yang lebih lemah yaitu yang terbaik untuk kita. Namun perlu diingat, kita sebagai muslim yang awam juga perlu melakukan tindakan berjaga-jaga. Jika kita menghindari kemungkinan buruk dengan meninggalkan fitur e-Cash sekalipun, layanan jasa lainnya masih mampu kita gunakan. 

Berbagai fasilitas dalam bermuamalah yang sudah kita dapatkan hendaknya kita syukuri dan jangan hingga membuat kita menjadi seorang muslim yang terlalu mencari-cari fasilitas dalam bersyariat dan lebih condong pada hawa nafsu sehingga kurang berhati-hati. Karena sejatinya seorang muslim patut cemas terjerumus kedalam kebathilan. Menghindari sesuatu persoalan yang masih abu-abu dan belum terang kebenarannya yaitu lebih selamat untuk kita.


Dari Abu Abdillah an Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas. Dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara syubhat (samar, belum jelas) yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Maka barangsiapa yang menjaga (dirinya) dari syubhat, ia telah berlepas diri (demi keselamatan) agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjerumus ke dalam syubhat, ia pun terjerumus ke dalam (hal-hal yang) haram. Bagaikan seorang penggembala yang menggembalakan hewan ternaknya di sekitar kawasan terlarang, maka hampir-hampir (dikhawatirkan) akan memasukinya. Ketahuilah, bantu-membantu setiap penguasa (raja) memiliki kawasan terlarang. Ketahuilah, bantu-membantu kawasan terlarang Allah yaitu hal-hal yang diharamkanNya. Ketahuilah, bantu-membantu di dalam badan terdapat segumpal daging. Apabila segumpal daging tersebut baik, (maka) baiklah seluruh tubuhnya. Dan apabila segumpal daging tersebut buruk, (maka) buruklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, segumpal daging itu yaitu hati”. [HR al Bukhari dan Muslim].

Sebagian pihak berdalih, bahwa hal-hal tersebut yaitu untuk menarik pelanggan untuk menggunakan jasa uang elektroniknya. Bukankah BUNGA/RIBA  pada transaksi lainnya bertujuan untuk menarik konsumen?

Jadi yang Riba bukan uang elektroniknya, tapi ada pada akadnya...
Bukankah syarat menjadi muslim yaitu komitmen Syahadat? Bukankah Nikah jadi sah sebab komitmen bukan? Kalau berhubungan badan tanpa komitmen maka akan disebut zina Begitupun dengan transaksi ini yang harus diperbaiki oleh penyedia jasa untuk umat Muslim

akad artinya janji pada Allah SWT bahwa ia akan membimbing sang istri biar lebih taat pada ketentuan Allah SWT menyerupai yang kita sellau baca pada setiap sholat.  



قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Katakanlah bantu-membantu shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam” (Q.S al-An’ām : 162)

Dalam ayat tersebut Allah mengkhususkan dua ibadah (shalat dan berkurban) sebab kemuliaan dan keutamaan keduanya dan penunjukkan keduanya terhadap kecintaan kepada Allah. Keikhlasan agamanya hanya untuk Allah semata dan dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah ta’ālā dengan hati, mulut serta amalan dzahir dan berkorban dengan memperlihatkan harta yang disenangi oleh jiwa kepada Dzat yang lebih dicintainya, yaitu Allah ta’ālā.  Seorang yang paling nrimo dalam shalat dan korbannya melazimkan keikhlasannya dalam seluruh amalanya. Dan apa saja yang tiba dan pergi dari kehidupan ini dan simpulan hidup yang telah ditakdirkan, selurunya hanyalah untuk Allah ta’ālā semata. (Taisīru Karīmi ar-Raḥmāni : 306)

Ikhlas merupakan amalan hati yang bersanding dengan amalan hati lainnya, yaitu jujur (sidq). Keikhlasan tidak akan ada kecuali dengan adanya kejujuran dan sebaliknya keikhlasan tidak akan bersanding dengan kedustaan baik secara bahasa, moral terlebih secara syariat. Sebuah kalimat yang indah yang mengumpulkan dua lafadz tersebut (ikhlas dan jujur) yaitu sabda Rasullullah ṣallaallāhu‘alaihi wa sallam,

الدين النصيحة -قالها ثلاثاً – قالوا : لمن يا رسول الله؟ قال : لله، ولكتابه، ولرسوله، ولأئمة المسلمين وعامتهم

“Agama ini yaitu nasehat (nabi mengulanginya hingga tiga kali). Kami bertanya :”Untuk siapa?” Rasulullah ṣallaallāhu‘alaihi wa sallam berkata : Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslim dan untuk kaum muslim pada umumnya” (HR. Muslim)

Jika kita merenungi makna kata ”naṣiḥah” dalam hadits di atas, maka akan kita temukan terkumpul dalam makna naṣiḥah tersebut dua makna yaitu aṣ-ṣidq (jujur) dan al-ikhlāṣ (ikhlas). Sesuatu yang nāṣiḥ (murni) yaitu yang khāliṣ (murni) tidak tercampuri oleh apapun. Kemudian bila seseorang memperlihatkan suatu nasehat yang bermanfaat kepada yang lain, hal ini dilakukan sebab menginginkan kebaikan untuk saudaranya. Hal tersebut tidak akan timbul kecuali sebab kejujuran seseorang itu saat menyayangi saudaranya, kejujuran nasehat yang disampaikannya serta keikhlasan yang bersumber dari hatinya.


Nah kita tunggu apakah akan ada kajian para ulama dan akan dibentuknya versi yang sesuai Syariah?
Ingat yaaa.. bukan asal dikasih atau ditambahin kata Syariah dibelakangnya..
tapi nanti perhatikan juga alur  transaksi/akadnya..
apakah melanggar atau tidaknya.. jikalau masih bingung datangi pengajian/kajian yg membahas duduk persoalan ini..

references by wahdah.or.id, https://medium.com, dakwatuna, 

Belum ada Komentar untuk "Hukum Memakai E Cash, Gopay, Ovo Cash, Dana, Tcash, Linkaja Dan Sejenisnya Riba?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel