Uang, Faktor Penyebab Perceraian & Menduakan Terbanyak Di Indonesia
Uang selalu menjadi kebutuhan setiap orang, bahkan tak sedikit yang berpikir bahwa uang adalah segalanya. Sifat terlalu menyayangi uang atau yang sering kita sebut dengan materialistis ini bisa berakibat buruk pada kehidupan. Bagi Anda yang sangat menyayangi uang dan sudah menikah, sebaiknya Anda berhati-hati, alasannya adalah pernikahan Anda mungkin bisa saja kandas di tengah jalan.
Jason Carroll, salah satu profesor di Universitas Brigham Young telah melakukan penelitian perihal duduk duduk kasus ini. Hasilnya memperlihatkan bahwa pasangan dengan sifat materialistis ternyata mempunyai kekerabatan yang tidak serasi dibandingkan dengan mereka yang tidak terlalu peduli dengan harta. Terlebih jikalau seorang materialis menikah dengan seseorang yang biasa-biasa saja dan tidak selalu memikirkan perihal uang.
“Akan sangat bermasalah saat seorang materialis yang cenderung boros menikah dengan seseorang yang terbiasa berhemat,” kata Carroll sebagaimana dikutip Sidomi News dari LiveScience. Carroll juga menambahkan bahwa sifat materialis tidaklah bagus bagi siapapun. Seseorang yang mempunyai sifat ini cenderung sangat simpel merasa cemas dan stres jikalau dibandingkan dengan mereka yang tidak materialistis.
Penelitian dilakukan terhadap 1.734 pasangan yang sudah menikah dengan cara memberi sebuah kuisioner. Dalam kuisioner tersebut terdapat beberapa pertanyaan perihal bagaimana kehidupan rumah tangga mereka, termasuk konflik, kepuasan, atau komunikasi dalam pernikahan. Dalam kuisioner tersebut juga disertakan pernyataan ‘memiliki uang dan banyak materi adalah hal yang tidak penting bagi saya’. Responden yang menjawab oke dikategorikan sebagai non-materialistis. Sedangkan bagi mereka yang menjawab tidak setuju, mereka dianggap mempunyai sifat materialistis.
Dari penelitian tersebut bisa diketahui pasangan mana saja yang mempunyai sifat materialistis, pasangan mana yang hanya salah satunya yang mempunyai sifat tersebut, dan pasangan mana yang dua-duanya non-materialistis. Dari tes yang sudah dilakukan, Carroll bisa mengetahui bahwa pasangan non-materialistis ternyata mempunyai kekerabatan pernikahan yang lebih langgeng, harmonis, dan minim akan konflik daripada pasangan yang sangat mementingkan harta.
“Materialisme bisa berbahaya bagi pernikahan,” Carroll menambahkan.
Pernikahan pasangan materialistis (baik hanya salah satu saja maupun dua-duanya yang mempunyai sifat ini), tampaknya akan selalu terjadi konflik dalam kehidupan rumah tangga mereka. Lalu mengapa materialisme bisa merusak kekerabatan pernikahan? Carroll dan timnya pun memperlihatkan beberapa teori.
Yang pertama adalah materialisme bisa membuat seseorang mengambil keputusan atau langkah yang salah dalam hal keuangan, misalnya selalu boros, berbelanja di luar kemampuan hingga karenanya mempunyai hutang yang menumpuk. Masalah keuangan yang berujung pada hutang inipun bisa membuat konflik tersendiri dalam rumah tangga
Teori yang kedua adalah orang materialistis cenderung tidak bisa meluangkan waktu mereka untuk berkumpul dengan pasangan atau keluarga. Berbeda dengan pasangan non-materialis, mereka yang selalu mengejar harta kurang bisa memprioritaskan keluarga atau kekerabatan mereka dengan pasangan. Padahal berinteraksi dengan pasangan bisa membuat kekerabatan pernikahan bisa berumur panjang.
Jumlah Perceraian 2016-2017
Data dari Dirjen Badan Peradilan Agama, Mahkamah Agung pada periode 2014-2016 perceraian di Republic of Indonesia trennya meningkat. Dari 344.237 perceraian pada tahun 2014, naik menjadi 365.633 perceraian di tahun 2016. Rata-rata angka perceraian naik three persen per tahunnya.
Jumlah duduk kasus perceraian merupakan komulatif dari cerai gugat dan cerai talak yang dikabulkan oleh Pengadilan Agama.
Merujuk information perceraian periode 2015-2017, persebaran information angka perceraian di Pengadilan Tinggi Agama se-Indonesia itu berbeda-beda. Namun, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir itu, Pengadilan Agama di tiga kota besar ini selalu menempati angka tertinggi putusan duduk kasus cerai talak dan cerai gugat yakni Surabaya, Bandung, dan Semarang. Sementara angka terendah putusan duduk kasus cerai talak dan cerai gugat ditempati Kota Ambon dan Kupang.
Misalnya tahun 2015, Pengadilan Tinggi Agama Surabaya tertinggi pertama memutus duduk kasus cerai talak sebanyak 28.631 perkara, sedangkan cerai gugat 58.844 perkara. Urutan kedua ditempati Pengadilan Tinggi Agama Semarang tercatat memutus pengajuan cerai talak sebanyak 20.990 duduk kasus dan cerai gugat 50.911 perkara. Diikuti Pengadilan Tingga Agama Bandung di urutan ketiga tercatat memutus duduk kasus cerai talak sebanyak 19.485 duduk kasus dan cerai gugat 50.808 perkara. Sedangkan, Pengadilan Tinggi Agama Ambon terendah memutus duduk kasus cerai talak sebanyak 134 duduk kasus dan cerai gugat 369 perkara.
Pada 2017, Pengadilan Tinggi Agama Surabaya mencatat angka tertinggi pertama memutus duduk kasus cerai talak sebanyak 26.342 duduk kasus dan cerai gugat 58.497 perkara. Diikuti Pengadilan Tinggi Agama Bandung di posisi kedua dengan angka putusan duduk kasus cerai talak sebanyak 20.580 duduk kasus dan cerai gugat 58.467 perkara. Di urutan ketiga ditempati Pengadilan Tinggi Agama Semarang dengan putusan duduk kasus cerai talak sebanyak 19.368 duduk kasus dan cerai gugat 50.489 perkara.
Sementara Pengadilan Tinggi Agama Kupang tercatat angka terendah memutus duduk kasus cerai talak sebanyak 141 duduk kasus dan cerai gugat 265 perkara. Diikuti Pengadilan Tinggi Agama Ambon terendah kedua, dengan angka putusan duduk kasus cerai talak sebanyak 157 duduk kasus dan cerai gugat 328 perkara.
Penyebab perceraian
Dalam sebuah proses pengajuan perceraian mesti ada alasan-alasan yang besar lengan berkuasa menurut aturan setelah pengadilan negeri atau pengadilan agama berupaya mendamaikan pasangan suami istri, tetapi tidak berhasil. Alasan-alasan ini diatur Pasal 39-41 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. ix Tahun 1975 perihal Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 74.
Pasal xix PP Pelaksanaan UU Perkawinan Perceraian sanggup terjadi alasannya adalah alasan atau alasan-alasan:
|
Khusus bagi yang pasangan suami istri yang beragama Islam terdapat dua alasan tambahan. Yakni suami melanggar taklik-talak (ikrar/perjanjian talak yang digantungkan keadaan tertentu setelah pernikahan) dan peralihan agama atau murtad yang menjadikan terjadinya ketidakrukunan dalam berumah tangga.
SUMBER
Dirjen Badan Peradilan Agama, Mahkamah Agung
Memilih pasangtan hidup bukanlah ibarat memilih barang, kita harus benar-benar memikirkan calon pasangan dengan cermat, bukan dari harta, alasannya adalah suatu dikala harta bisa habis, melainkan dari sifat dan karakter calon pasangan hidup.
faktanya, tidak semua kehidupan rumah tangga berjalan langgeng, mulus, atau berakhir bahagia. Akhirnya, keputusan untuk bercerai pun menjadi jalan terakhir yang harus ditempuh bagi pasangan suami istri melalui putusan pengadilan baik di Pengadilan Negeri (pasangan non-Islam) maupun Pengadilan Agama (pasangan yang beragama Islam).
references past times sidomi,
modified past times agunkzscreamo
Belum ada Komentar untuk "Uang, Faktor Penyebab Perceraian & Menduakan Terbanyak Di Indonesia"
Posting Komentar