Mengejutkan...Hakim Pribadi Membebaskan Gurunya.
Selamat datang di spider web log , pada kesempatan ini kami bidang Perlindungan mengembangkan perihal kebaikan hati seorang Hakim langsung membebaskan gurunya. Tujuannya untuk memperlihatkan rasa proteksi terhadap orang-orag pernah berjasa kepada kita ibarat guru.
Di suatu persidangan, Hakim itu mengejutkan semua orang di ruang sidang. Beliau membebaskan terdakwa lalu meninggalkan kawasan duduknya lalu turun untuk mencium tangan terdakwa.
Terdakwa yang seorang guru SD itu juga terkejut dengan tindakan hakim. Namun sebelum berlarut-larut keterkejutan itu, sang hakim mengatakan, “Inilah lastly yang harus kulakukan sebagai rasa terima kasihku kepadamu, Guru.”
Rupanya, terdakwa itu yaitu gurunya sewaktu SD dan hingga kini ia masih mengajar SD. Ia menjadi terdakwa setelah dilaporkan oleh salah seorang wali murid, gara-gara ia memukul salah seorang siswanya. Ia tak lagi mengenali muridnya itu, namun sang hakim tahu persis bahwa pria anyir tanah yang duduk di kursi pesakitan itu yaitu gurunya.
Hakim yang dulu menjadi murid dari guru tsb mengerti benar, pukulan dr guru itu bukanlah kekerasan. Pukulan itu tidak menyebabkan sakit dan tidak melukai. Hanya sebuah pukulan ringan untuk membuat murid-murid mengerti moral dan menjadi lebih disiplin. Pukulan ibarat itulah yang mengantarnya menjadi hakim ibarat sekarang.
Dulu, dikala kita “nakal” atau tidak disiplin, guru biasa menghukum kita. Bahkan mungkin pernah "memukul" kita. Saat kita mengadu kepada orangtua, mereka lalu menasehati semoga kita berubah. Hampir tidak ada orangtua yang menyalahkan guru alasannya yaitu mereka percaya, itu yaitu pecahan dari proses pendidikan yang harus kita jalani. Buahnya, kita menjadi mengerti sopan santun, memahami adab, menjadi lebih disiplin. Kita tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang hormat kepada guru dan orangtua.
Lalu dikala kita menjadi orangtua di zaman sekarang, tak sedikit gosip orangtua melaporkan guru alasannya sudah mencubit atau menghukum anaknya di sekolah. Hingga menjadi sebuah fenomena, ibarat dirilis di Kabar Sumatera, guru-guru terkesan membiarkan siswanya. Fungsi mereka tinggal mengajar saja; memperlihatkan pelajaran, selesai. Bukan mendidik. Fungsi pendidikan sudah hilang krn tdk adanya kerjasama antara guru, orang anyir tanah dan masyarakat.
Jangan salahkan guru kalau murid kini kurang mengerti ahlak dan hasil pendidikanya tidak ibarat yg diharapkan orang tua. Bukannya tidak mau mendidik muridnya lebih baik, mereka takut dilaporkan oleh walimurid ibarat yang dialami teman-temannya.Sudah beberapa guru di Sumatera Selatan dilaporkan wali murid hingga harus berurusan dengan polisi.
Di bantan guru disel, di jawa tengah guru SD mencubit siswanya dipidanakan, semuanya atas nama HAM. Undang-undang proteksi anak tapi dikala moralitas hancur moral generasi bobrok pernahkan HAM dan dedengkotnya membuat aksi faktual menuntut perbaikan moral & moral anak bangsa? Semoga gesekan pena ini, bagi kita para orangtua atau walimurid, sanggup membangun korelasi yang lebih baik dengan guru. Kita bersinergi untuk menyiapkan sebuah generasi masa depan. Bukan korelasi atas dasar transaksi yang rentan lapor-melaporkan.
Kasus Guru Budi yg meninggal dunia dianiaya muridnya sendiri yaitu puncak gunung es gagalnya pendidikan tanpa cubitan, masa di mana guru membiarkan apapun kesalahan muridnya, alasannya yaitu nggak mau dilaporkan oleh wali murid yg nggak tau hakikat mendidik.
Semoga kisah ini memperlihatkan pelajaran bagi kita untuk tetap ta'zim kepada guru.
Mengejutkan...Hakim langsung membebaskan gurunya
Di suatu persidangan, Hakim itu mengejutkan semua orang di ruang sidang. Beliau membebaskan terdakwa lalu meninggalkan kawasan duduknya lalu turun untuk mencium tangan terdakwa.
Terdakwa yang seorang guru SD itu juga terkejut dengan tindakan hakim. Namun sebelum berlarut-larut keterkejutan itu, sang hakim mengatakan, “Inilah lastly yang harus kulakukan sebagai rasa terima kasihku kepadamu, Guru.”
Rupanya, terdakwa itu yaitu gurunya sewaktu SD dan hingga kini ia masih mengajar SD. Ia menjadi terdakwa setelah dilaporkan oleh salah seorang wali murid, gara-gara ia memukul salah seorang siswanya. Ia tak lagi mengenali muridnya itu, namun sang hakim tahu persis bahwa pria anyir tanah yang duduk di kursi pesakitan itu yaitu gurunya.
Hakim yang dulu menjadi murid dari guru tsb mengerti benar, pukulan dr guru itu bukanlah kekerasan. Pukulan itu tidak menyebabkan sakit dan tidak melukai. Hanya sebuah pukulan ringan untuk membuat murid-murid mengerti moral dan menjadi lebih disiplin. Pukulan ibarat itulah yang mengantarnya menjadi hakim ibarat sekarang.
Dulu, dikala kita “nakal” atau tidak disiplin, guru biasa menghukum kita. Bahkan mungkin pernah "memukul" kita. Saat kita mengadu kepada orangtua, mereka lalu menasehati semoga kita berubah. Hampir tidak ada orangtua yang menyalahkan guru alasannya yaitu mereka percaya, itu yaitu pecahan dari proses pendidikan yang harus kita jalani. Buahnya, kita menjadi mengerti sopan santun, memahami adab, menjadi lebih disiplin. Kita tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang hormat kepada guru dan orangtua.
Lalu dikala kita menjadi orangtua di zaman sekarang, tak sedikit gosip orangtua melaporkan guru alasannya sudah mencubit atau menghukum anaknya di sekolah. Hingga menjadi sebuah fenomena, ibarat dirilis di Kabar Sumatera, guru-guru terkesan membiarkan siswanya. Fungsi mereka tinggal mengajar saja; memperlihatkan pelajaran, selesai. Bukan mendidik. Fungsi pendidikan sudah hilang krn tdk adanya kerjasama antara guru, orang anyir tanah dan masyarakat.
Jangan salahkan guru kalau murid kini kurang mengerti ahlak dan hasil pendidikanya tidak ibarat yg diharapkan orang tua. Bukannya tidak mau mendidik muridnya lebih baik, mereka takut dilaporkan oleh walimurid ibarat yang dialami teman-temannya.Sudah beberapa guru di Sumatera Selatan dilaporkan wali murid hingga harus berurusan dengan polisi.
Di bantan guru disel, di jawa tengah guru SD mencubit siswanya dipidanakan, semuanya atas nama HAM. Undang-undang proteksi anak tapi dikala moralitas hancur moral generasi bobrok pernahkan HAM dan dedengkotnya membuat aksi faktual menuntut perbaikan moral & moral anak bangsa? Semoga gesekan pena ini, bagi kita para orangtua atau walimurid, sanggup membangun korelasi yang lebih baik dengan guru. Kita bersinergi untuk menyiapkan sebuah generasi masa depan. Bukan korelasi atas dasar transaksi yang rentan lapor-melaporkan.
Kasus Guru Budi yg meninggal dunia dianiaya muridnya sendiri yaitu puncak gunung es gagalnya pendidikan tanpa cubitan, masa di mana guru membiarkan apapun kesalahan muridnya, alasannya yaitu nggak mau dilaporkan oleh wali murid yg nggak tau hakikat mendidik.
Semoga kisah ini memperlihatkan pelajaran bagi kita untuk tetap ta'zim kepada guru.
Belum ada Komentar untuk "Mengejutkan...Hakim Pribadi Membebaskan Gurunya."
Posting Komentar