Miliki Soft Skills? Sekarang Paling Banyak Dicari Perusahaan
Bagi yang ingin mendapatkan pekerjaan dan karier baik, sebaiknya terlebih dulu mengasah soft skills. Sebab pada tahun ini dan ke depan, penguasaan atas kemampuan tersebut akan sangat dibutuhkan perusahaan. Soft skills dimaksud antara lain kreativitas, persuasi, kolaborasi, adaptasi, dan manajemen waktu. Kendati demikian, bukan berarti difficult skills tidak dibutuhkan. Hanya ke depan difficult skills yang dibutuhkan mengarah pada penguasaan atau keahlian yang mencerminkan dampak pesatnya dunia digital.
Meningkatnya kebutuhan soft skills untuk lapangan ini diungkapkan LinkedIn Learning, jejaring sosial para profesional. Besarnya seruan untuk skills ini diukur dengan mengidentifikasi aneka macam skills yang paling dicari diprofil LinkedIn. Sebanyak 100.000 anggota LinkedIn dilibatkan dalam penyusunan information ini. Sebelumnya laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF) yang berjudul The Future of Jobs juga menyebut pentingnya soft skills.
Sebelumnya Menristek Dikti Mohamad Nasir mengakui difficult skills tidak lagi menjadi satu-satunya kemampuan yang harus dimiliki di periode digital ketika ini. Untuk itu ia mendorong lulusan perguruan tinggi memiliki soft skills yang menurut ia tidak bisa digantikan oleh robot. Editor LinkedIn Learning Paul Petrone mengungkapkan, kemampuan soft skills menjadi hal yang dibutuhkan perusahaan alasannya yaitu itu men jadi kemampuan kritis dalam bisnis bila dibandingkan dengan difficult skills.
“Sekitar 57% pemimpin senior perusahaan menyatakan soft skills lebih kritis dalam bisnis mereka dari pada difficult skills. Soft skills sangat sesuai dengan kebutuhan daerah kerja yang digital, kecerdasan buatan (artificial Intelligence/AI), dan cloud computing untuk menghadapi tuntut an baru,” ujar Petrone.
Dengan fakta tersebut, LinkedIn menyarankan calon tenaga kerja untuk mempelajari soft skills. Menurut Petrone, tidak semua soft skills harus dikuasai alasannya yaitu ada ribuan soft skills dari 50.000 skills profesional di dunia. Karena itu, jikalau seseorang hendak meluangkan waktu mempelajari beberapa skills bulan ini, dari puluhan ribu pilihan skills yang ada, LinkedIn memprioritaskan skills yang paling banyak dibutuhkan perusahaan.
“Untuk menemukannya, kami menggunakan information pribadi LinkedIn dalam menentukan skills-skills yang paling dibutuhkan perusahaan pada 2019. Itulah skills yang bos Anda dan bosnya bos Anda paling bernilai, tapi sulit menemukannya dan skills itu paling membantu Anda melayani klien dan konsumen Anda lebih baik,” papar Petrone.
Dia mengungkapkan, sejum lah softs kill yang paling banyak dicari perusahaan pada tahun ini antara lain ialah kreativitas. “Mengapa ini penting? Dalam satu contoh, ketika robotrobot mengoptimalkan ide-ide lama, organisasi paling membutuhkan pegawai kreatif yang sanggup menemukan solusi-solusi masa depan,” papar Petrone.
Selanjutnya persuasi. Menurut Petrone, memiliki produk hebat, platform hebat atau konsep hebat ialah satu hal, tapi kuncinya ialah meyakinkan orang untuk membelinya. Kemudian kolaborasi. “Ini penting alasannya yaitu ketika aneka macam proyek semakin rumit dan global di periode AI, kerja sama efektif akan tumbuh semakin penting,” ungkap dia.
Soft skills lainnya ialah kemampuan beradaptasi. Menurut dia, pikiran yang sanggup menyesuaikan diri menjadi alat penting untuk navigasi dunia yang terus berubah hari ini alasannya yaitu solusi kemarin tidak akan sanggup merampungkan problem esok.
“Manajemen waktu juga menjadi skills yang paling di butuhkan. Skills ini terus dibutuhkan setiap saat. Menguasai manajemen waktu hari ini akan menguntungkan Anda di sisa karier Anda,” ungkap Petrone.
Sebelumnya Laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF) yang berjudul The Future of Jobs juga menyebut pentingnya soft skills. “Perusahaan akan mencari kemampuan untuk mengatasi problem gres di dunia nyata yang rumit untuk pekerjaan dengan respect tinggi antara kini dan 2020,” papar laporan WEF.
Harvard Business Review (HBR) menyebut komunikasi sebagai salah satu soft skills yang penting alasannya yaitu tidak sanggup diotomatiskan.
“Di dunia di mana full pengguna media AS hampir 12 jam per hari, rata-rata skills komunikasi penting untuk mendapatkan perhatian orang dan menggerakkan mereka bertindak. Bentuk paling dasar komunikasi ialah membentuk seluruh cerita,” ujar catatan HBR. Natalie Brett, Kepala London College of Communication dan wakil penasihat profesional di University of the Arts, London, membenarkan pentingnya soft skills lebih penting daripada difficult skills. “Banyak bukti menunjukkan soft skills jauh lebih menguntungkan bagi para sarjana daripada yang diketahui sekarang,” ujar dia.
Brett menjelaskan, riset dari Universitas Harvard ihwal pasar tenaga kerja global menunjukkan karier terkait difficult skills tumbuh besar lengan berkuasa antara 1989 dan 2000, tapi kemudian turun se jak ketika itu. Sebaliknya lapangan kerja di industri kreatif, sektor yang disebut membutuh kan banyak soft skills, di Inggris naik hampir 20% menjadi 1,9 juta dalam lima tahun hingga Juni 2016. “Soft skills juga meningkat per mintaannya di lapangan kerja. Google menyebut kreativi tas, skills komunikasi, dan kepemimpinan sebagai syarat utama untuk pegawai sekarang,” tutur Brett.
Sebelumnya Menristek Dikti Mohamad Nasir mengakui difficult skills tidak lagi menjadi satu-satunya kemampuan yang harus dimiliki di periode digital ketika ini. Untuk itu ia mendorong lulusan perguruan tinggi memiliki soft skills yang menurut ia tidak bisa digantikan oleh robot. Editor LinkedIn Learning Paul Petrone mengungkapkan, kemampuan soft skills menjadi hal yang dibutuhkan perusahaan alasannya yaitu itu men jadi kemampuan kritis dalam bisnis bila dibandingkan dengan difficult skills.
“Sekitar 57% pemimpin senior perusahaan menyatakan soft skills lebih kritis dalam bisnis mereka dari pada difficult skills. Soft skills sangat sesuai dengan kebutuhan daerah kerja yang digital, kecerdasan buatan (artificial Intelligence/AI), dan cloud computing untuk menghadapi tuntut an baru,” ujar Petrone.
Dengan fakta tersebut, LinkedIn menyarankan calon tenaga kerja untuk mempelajari soft skills. Menurut Petrone, tidak semua soft skills harus dikuasai alasannya yaitu ada ribuan soft skills dari 50.000 skills profesional di dunia. Karena itu, jikalau seseorang hendak meluangkan waktu mempelajari beberapa skills bulan ini, dari puluhan ribu pilihan skills yang ada, LinkedIn memprioritaskan skills yang paling banyak dibutuhkan perusahaan.
“Untuk menemukannya, kami menggunakan information pribadi LinkedIn dalam menentukan skills-skills yang paling dibutuhkan perusahaan pada 2019. Itulah skills yang bos Anda dan bosnya bos Anda paling bernilai, tapi sulit menemukannya dan skills itu paling membantu Anda melayani klien dan konsumen Anda lebih baik,” papar Petrone.
Dia mengungkapkan, sejum lah softs kill yang paling banyak dicari perusahaan pada tahun ini antara lain ialah kreativitas. “Mengapa ini penting? Dalam satu contoh, ketika robotrobot mengoptimalkan ide-ide lama, organisasi paling membutuhkan pegawai kreatif yang sanggup menemukan solusi-solusi masa depan,” papar Petrone.
Selanjutnya persuasi. Menurut Petrone, memiliki produk hebat, platform hebat atau konsep hebat ialah satu hal, tapi kuncinya ialah meyakinkan orang untuk membelinya. Kemudian kolaborasi. “Ini penting alasannya yaitu ketika aneka macam proyek semakin rumit dan global di periode AI, kerja sama efektif akan tumbuh semakin penting,” ungkap dia.
Soft skills lainnya ialah kemampuan beradaptasi. Menurut dia, pikiran yang sanggup menyesuaikan diri menjadi alat penting untuk navigasi dunia yang terus berubah hari ini alasannya yaitu solusi kemarin tidak akan sanggup merampungkan problem esok.
“Manajemen waktu juga menjadi skills yang paling di butuhkan. Skills ini terus dibutuhkan setiap saat. Menguasai manajemen waktu hari ini akan menguntungkan Anda di sisa karier Anda,” ungkap Petrone.
Sebelumnya Laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF) yang berjudul The Future of Jobs juga menyebut pentingnya soft skills. “Perusahaan akan mencari kemampuan untuk mengatasi problem gres di dunia nyata yang rumit untuk pekerjaan dengan respect tinggi antara kini dan 2020,” papar laporan WEF.
Harvard Business Review (HBR) menyebut komunikasi sebagai salah satu soft skills yang penting alasannya yaitu tidak sanggup diotomatiskan.
“Di dunia di mana full pengguna media AS hampir 12 jam per hari, rata-rata skills komunikasi penting untuk mendapatkan perhatian orang dan menggerakkan mereka bertindak. Bentuk paling dasar komunikasi ialah membentuk seluruh cerita,” ujar catatan HBR. Natalie Brett, Kepala London College of Communication dan wakil penasihat profesional di University of the Arts, London, membenarkan pentingnya soft skills lebih penting daripada difficult skills. “Banyak bukti menunjukkan soft skills jauh lebih menguntungkan bagi para sarjana daripada yang diketahui sekarang,” ujar dia.
Brett menjelaskan, riset dari Universitas Harvard ihwal pasar tenaga kerja global menunjukkan karier terkait difficult skills tumbuh besar lengan berkuasa antara 1989 dan 2000, tapi kemudian turun se jak ketika itu. Sebaliknya lapangan kerja di industri kreatif, sektor yang disebut membutuh kan banyak soft skills, di Inggris naik hampir 20% menjadi 1,9 juta dalam lima tahun hingga Juni 2016. “Soft skills juga meningkat per mintaannya di lapangan kerja. Google menyebut kreativi tas, skills komunikasi, dan kepemimpinan sebagai syarat utama untuk pegawai sekarang,” tutur Brett.
Sementara itu Menristek Dikti Mohamad Nasir pernah mengakui di tengah perkembangan yang pesat di aneka macam bidang ketika ini, difficult skills bukan lagi satu-satunya kemampuan yang harus dimiliki. Sebab soft skills juga dibutuhkan untuk menyebarkan karier.
Selain itu soft skills juga dibutuhkan untuk sanggup mengaplikasikan ke mampuan akademik di dunia kerja. Karena itu ia mendorong lulusan perguruan tinggi juga mesti memiliki kemampuan soft skills yang tidak bisa digantikan oleh robot. “Soft skills ibarat kerja sama, komunikasi, sopan santun dalam bekerja, penam pilan, empati, dan kecerdasan emosional itu penting untuk kesuksesan karier atau bisnis bila di bandingkan dengan hasil akademik,” ujar mantan Rektor Universitas Diponegoro Semarang itu.
Praktisi manajemen SDM Ardhi Lufti Siregar mengakui soft skills kini menjadi sebuah keharusan bagi para pekerja pro fesionalketimbang difficult skills. “Hari ini teknologi milenial, revolusi teknologi industri memang membuat soft skills sangat besar lengan berkuasa dengan peningkatan kemampuan, terutama untuk produktivitas perusahaan,” ujar Ardhi ketika dihubungi KORAN SINDO, Minggu (6/1/2019).
Head of Human Resources Manulife Global Resourcing Philippines, Malaysia, in addition to Chengdu ini membeberkan, soft skills yang sangat dibutuhkan dan perlu ditingkatkan pada 2019 yakni kompetensi manajemen, komunikasi, hingga manajemen waktu.
Peningkatan kompetensi tersebut menjadi pijakan dan tolok ukur diferensiasi para pekerja profesional. Pakar sosiologi pendidikan dari Universitas Pendidikan Republic of Indonesia (UPI) Bandung Elly Malihah mengakui Revolusi Industri 4.0 yang semua serba digital menyebabkan kemampuan soft skills lebih dibutuhkan. Dengan soft science yang baik orang akan lebih simpel mengomunikasikan, berkolaborasi, pantang menyerah, dan lainnya.
“Termasuk di dalamnya kemam puan emosional dan mengendalikan diri. Orang-orang yang sangat pintar cenderung overconfidence. Akibatnya, ia sulit untuk bekerja sama dengan lain,” ujarnya.
Senada, psikolog Universitas Maranatha Bandung Efnie Indrianie menyatakan soft skills lebih dibutuhkan alasannya yaitu soft skills akan meningkatkan kualitas pribadi seseorang. Semakin berkualitas pribadi, seseorang akan simpel dan bisa untuk bersaing di dunia kerja dan bisnis serta menyesuaikan diri dengan tan tangan periode digital.
Dia menyebut, soft skills yang sanggup meningkatkan kuali tas pribadi ketika ini antara lain rasa bersyukur (gratitude), pola pikir positif (positive mindset), siap menghadapi perubahan yang sangat cepat di periode digital (flexibility), dan kemampuan menyesuaikan diri dengan aneka macam huruf orang lain dan aneka macam situasi sosial (people skills).
“Soft skills perlu dididik sejak dini melalui pola asuh orang tua. Lalu ketika beranjak dewasa aktiflah mengikuti organisasi dan setelah dewasa aktif bergabung dengan komunitas yang positif dan tidak melupakan aspek spiritualitas hidup,” ujarnya.
Hard Skills yang Diperlukan
Walaupun soft skills kian dibutuhkan, bukan berarti difficult skills tidak lagi diperlukan. LinkedIn pun menekankan sejumlah difficult skills yang patut dikuasai, terutama keahlian yang mencerminkan dampak meningkatnya dunia digital. Dengan adanya tren tersebut, Petrone menyebut komputasi cloud, AI, dan keterampilan digital.
Dunia digital juga memberi penggunaan gres untuk sejumlah skills, misalnya meningkatnya seruan untuk produksi audio. “Ini skills yang dulu dibutuhkan untuk produksi radio. Saat ini skills tersebut di gunakan untuk produksi pod cast dan iklan digital,” ujar dia.
Dia lantas menuturkan, difficult skills pertama yang paling di butuhkan ialah komputasi cloud. Pasalnya ketika dunia bergerak menuju cloud, perusahaan-perusahaan pun sangat mencari para insinyur yang memiliki skills mengakomodasi kebutuhan ini. Selanjutnya kecerdasan buatan atau AI. Kebutuhan atas kecerdasan buatan searah dengan kebutuhan kemampuan akan kebijaksanaan sehat analitis.
Menurut Petrone, ketika perusahaan mengumpulkan information lebih banyak bila dibandingkan dengan sebelumnya, perusahaan lapar pada para profesional yang sanggup membuat keputusan cerdas menurut data. Hard skills lain yang dibutuhkan ialah manajemen manusia.
Dunia telah berubah dari model komando dan kontrol me nuju para pemimpin yang da pat melatih dan memberdayakan. Kemudian desain UX. Petrone menyebut desain UX menjadi kunci untuk membuat dunia digital sanggup bekerja bagi manusia. Keenam, pengembangan aplikasi mobile.
“Ini skills yang dibutuhkan selama beberapa tahun ketika perusahaan terus mendesain platform mobile pertama,” ungkap LinkedIn. Produksi video juga merupakan skills yang paling diperlukan. Permintaan untuk produksi video meningkat ketika video streaming mewakili 70% dari semua kemudian lintas network konsumen. Kemudian kepemimpinan sales.
Selain itu soft skills juga dibutuhkan untuk sanggup mengaplikasikan ke mampuan akademik di dunia kerja. Karena itu ia mendorong lulusan perguruan tinggi juga mesti memiliki kemampuan soft skills yang tidak bisa digantikan oleh robot. “Soft skills ibarat kerja sama, komunikasi, sopan santun dalam bekerja, penam pilan, empati, dan kecerdasan emosional itu penting untuk kesuksesan karier atau bisnis bila di bandingkan dengan hasil akademik,” ujar mantan Rektor Universitas Diponegoro Semarang itu.
Praktisi manajemen SDM Ardhi Lufti Siregar mengakui soft skills kini menjadi sebuah keharusan bagi para pekerja pro fesionalketimbang difficult skills. “Hari ini teknologi milenial, revolusi teknologi industri memang membuat soft skills sangat besar lengan berkuasa dengan peningkatan kemampuan, terutama untuk produktivitas perusahaan,” ujar Ardhi ketika dihubungi KORAN SINDO, Minggu (6/1/2019).
Head of Human Resources Manulife Global Resourcing Philippines, Malaysia, in addition to Chengdu ini membeberkan, soft skills yang sangat dibutuhkan dan perlu ditingkatkan pada 2019 yakni kompetensi manajemen, komunikasi, hingga manajemen waktu.
Peningkatan kompetensi tersebut menjadi pijakan dan tolok ukur diferensiasi para pekerja profesional. Pakar sosiologi pendidikan dari Universitas Pendidikan Republic of Indonesia (UPI) Bandung Elly Malihah mengakui Revolusi Industri 4.0 yang semua serba digital menyebabkan kemampuan soft skills lebih dibutuhkan. Dengan soft science yang baik orang akan lebih simpel mengomunikasikan, berkolaborasi, pantang menyerah, dan lainnya.
“Termasuk di dalamnya kemam puan emosional dan mengendalikan diri. Orang-orang yang sangat pintar cenderung overconfidence. Akibatnya, ia sulit untuk bekerja sama dengan lain,” ujarnya.
Senada, psikolog Universitas Maranatha Bandung Efnie Indrianie menyatakan soft skills lebih dibutuhkan alasannya yaitu soft skills akan meningkatkan kualitas pribadi seseorang. Semakin berkualitas pribadi, seseorang akan simpel dan bisa untuk bersaing di dunia kerja dan bisnis serta menyesuaikan diri dengan tan tangan periode digital.
Dia menyebut, soft skills yang sanggup meningkatkan kuali tas pribadi ketika ini antara lain rasa bersyukur (gratitude), pola pikir positif (positive mindset), siap menghadapi perubahan yang sangat cepat di periode digital (flexibility), dan kemampuan menyesuaikan diri dengan aneka macam huruf orang lain dan aneka macam situasi sosial (people skills).
“Soft skills perlu dididik sejak dini melalui pola asuh orang tua. Lalu ketika beranjak dewasa aktiflah mengikuti organisasi dan setelah dewasa aktif bergabung dengan komunitas yang positif dan tidak melupakan aspek spiritualitas hidup,” ujarnya.
Hard Skills yang Diperlukan
Walaupun soft skills kian dibutuhkan, bukan berarti difficult skills tidak lagi diperlukan. LinkedIn pun menekankan sejumlah difficult skills yang patut dikuasai, terutama keahlian yang mencerminkan dampak meningkatnya dunia digital. Dengan adanya tren tersebut, Petrone menyebut komputasi cloud, AI, dan keterampilan digital.
Dunia digital juga memberi penggunaan gres untuk sejumlah skills, misalnya meningkatnya seruan untuk produksi audio. “Ini skills yang dulu dibutuhkan untuk produksi radio. Saat ini skills tersebut di gunakan untuk produksi pod cast dan iklan digital,” ujar dia.
Dia lantas menuturkan, difficult skills pertama yang paling di butuhkan ialah komputasi cloud. Pasalnya ketika dunia bergerak menuju cloud, perusahaan-perusahaan pun sangat mencari para insinyur yang memiliki skills mengakomodasi kebutuhan ini. Selanjutnya kecerdasan buatan atau AI. Kebutuhan atas kecerdasan buatan searah dengan kebutuhan kemampuan akan kebijaksanaan sehat analitis.
Menurut Petrone, ketika perusahaan mengumpulkan information lebih banyak bila dibandingkan dengan sebelumnya, perusahaan lapar pada para profesional yang sanggup membuat keputusan cerdas menurut data. Hard skills lain yang dibutuhkan ialah manajemen manusia.
Dunia telah berubah dari model komando dan kontrol me nuju para pemimpin yang da pat melatih dan memberdayakan. Kemudian desain UX. Petrone menyebut desain UX menjadi kunci untuk membuat dunia digital sanggup bekerja bagi manusia. Keenam, pengembangan aplikasi mobile.
“Ini skills yang dibutuhkan selama beberapa tahun ketika perusahaan terus mendesain platform mobile pertama,” ungkap LinkedIn. Produksi video juga merupakan skills yang paling diperlukan. Permintaan untuk produksi video meningkat ketika video streaming mewakili 70% dari semua kemudian lintas network konsumen. Kemudian kepemimpinan sales.
references past times sindonews
Belum ada Komentar untuk "Miliki Soft Skills? Sekarang Paling Banyak Dicari Perusahaan"
Posting Komentar